Stigma tentang disabilitas, masih saja menjadi persoalan yang cukup pelik dikehidupan bermasyarakat. Terlebih, apabila disabilitas yang disebabkan oleh penyakit kusta, maka stigma tersebut seolah semakin kuat menyebar.
Sedikit menjabarkan tentang kusta, di mana kusta merupakan penyakit tropis terabaikan yang terbilang langka, namun penderitanya masih saja belum bisa dikendalikan. Kusta sangat bisa disembuhkan, apabila cepat ditangani.
Jika tidak segera ditangani, maka penderita akan berisiko mengalami disabilitas, yang mengakibatkan disabilitas, dan kualitas hidup mereka akan menurun. Terlebih, menurut data di 2017, penderita disabilitas kusta mencapai 6,6 per 1 juta penduduk.
Hal ini sangat jauh dari angka yang ditetapkan pemerintah, yaitu kurang dari 1 per 1 juta penduduk. Banyak hal yang mungkin bisa terjadi, salah satunya keterlambatan serta penemuan kasus kusta di Indonesia.
Ruang Publik KBR bersama dengan berbagai komunitas, termasuk 1minggu1cerita, setiap minggunya menggelar live streaming untuk menyebarkan, memberikan pengetahuan lebih kepada masyarakat tentang penyakit kusta. Bersama dua narasumber yang hadir secara virtual, Dr. dr. Sri Linuwih Susetyo, SpKK(K), selaku Ketua Kelompok Studi Morbus Hansen (Kusta) Indonesia PERDOSKI dan Dulamin, Ketua Kelompok Perawatan Diri (KPD) Kec. Astanajapura, Cirebon.
Indikasi Penyakit Kusta
Ibu dokter menyampaikan bahwa, disabilitas yang terjadi pada penyandang kusta, karena kuman kusta dan menyerang syaraf dan bagian yang rentan terkena kuman kusta seperti di mata, tangan, dan kaki. Gejala-gejala kusta ini adalah:
- Mati rasa diarea punggung, tungkai, lengan
- Kelumpuhan, baik lumpuh kaku atau lumpuh layu
- Bercak merah atau putih pada kulit
Maka dari itu, seringnya kusta tidak disadari oleh penderita. Jadi, harus benar-benar paham gejala-gejala ini, sebab kusta juga tidak diawali penyakit tertentu. Di luar dari hal tersebut, penderita kusta segera memeriksakan diri kedokter.
Kecenderungan kusta bisa menyebabkan disabilitas, namun tetap bisa dicegah dan segera ditangani. Itulah mengapa edukasi tentang kusta sangat penting untuk disosialisasikan.
Bu dokter melanjutkan, terapi yang dijalankan oleh pasien dengan kusta kering maksimal 9 bulan, sementara pasien dengan kusta basah selama 18 bulan. Bisa jadi diperpanjang hingga lebih dari itu, karena terkadang terdapat masalah lain. Namun, tetap bisa disembuhkan.
Untuk obatnya sendiri pun, sudah dalam satu paket, untuk kusta kering viva vision antibiotik dan dapson, dengan diminum tertib setiap hari. Dan untuk kusta basah diberikan tambahan obat lampren. Obat-obat kusta ini diberikan secara gratis.
Selama pengobatan kusta, harus dilakukan secara rutin, tidak boleh sampai terlewat hari. Jika tidak, maka virus kusta akan kembali tumbuh, dan pengobatan harus dimulai dari awal lagi.
Kelompok Perawatan Diri (KPD) Semangat Sosialisasikan Kusta
Bersama pak Dulamin, selaku Ketua KPD yang adalah OYPMK (Orang Yang Pernah Mengalami Kusta), pak Amin menyampaikan bahwa ia dan 20 orang anggota KPD, konsisten untuk mensosialisasikan dan mengajak penderita kusta untuk merawat diri supaya mencegah disabilitas.
Anggota KPD selalu berupaya untuk senantiasa merawat diri sendiri di rumah dan juga setiap bulan mengadakan pertemuan, di mana nantinya akan dilihat siapa yang benar-benar merawat diri selama melakukan pengobatan di rumah.
Pak Amin sangat berharap, bahwa sosialisasi dan edukasi KPD bisa lebih menyebar ke wilayah lain, tidak hanya di wilayahnya saja. Selain itu, ketika pak Amin betul-betul berterima kasih kepada keluarganya, karena dukungan merekalah pak Amin terus semangat untuk sembuh dan benar-benar pulih.
1 Komentar
bagus mas ulasannya mengenai kusta. jarang yang mengangkat soal ini. kusta sendiri sebenarnya masih bisa disembuhkan ya. harus cepat tanggap dengan ciri/ gejalanya karena menyerang syaraf. semoga makin banyak masyarakat yang awere dengan penyakit ini.
BalasHapusSilahkan Berikan komentar Anda pada artikel ini!